MASIGNCLEAN103

Kenapa Harus Ngaji Kitab Kuning? Kenapa Tidak Langsung Ke Al-Qur'an dan As-sunnah Saja?

Judul diatas adalah perwakilan dari tema ''Kenapa Harus Bermadzhab dan Taqlid Kepada Ulama?''. Karena dengan menggunakan dan mengaji  kitab kuning adalah mengikuti salah satu Madzhab dalam arti taqlid kepada Ulama. Hal yang menarik dan penting untuk kita ulas dan pahami kenapa kita harus Taqlid dan bermadzhab.

Ngaji Kitab Kuning

Adanya fenomena penolakan dari sebagian kalangan terhadap konsep Taqlid untuk kaum awam menimbulkan polemik bagi ummat Islam, terutama bagi orang seperti kita yang tidak memiliki kemampuan untuk memahami agama langsung dari sumbernya yakni Al-Qur’an dan As-sunnah(Hadits).

Disamping itu, keengganan untuk bermadzhab (baca ; Taqlid) telah serta merta membangkitkan semangat sebagian ummat islam untuk beristinbath (menggali hukum langsung dari sumbernya, yakni Al-Qur’an dan As-sunnah) tanpa disertai adanya sarana yang memadahi. Akibatnya dapat kita rasakan, betapa spirit agama yang semestinya adalah "Rahmatan Lil 'Alamiin" berubah menjadi "Fitnah Perpecahan" diantara sesama ummat islam.

Oleh karena itu, sebelum kita melepaskan diri dari bermadzhab (Taqlid) sebaiknya kita bercermin diri setidaknya tentang beberapa hal dibawah ini :

1.Sudahkah Kita Memahami Bahasa Arab dengan Baik dan Benar?

Memahami bahasa arab dengan baik dan benar merupakan sarana pertama yang harus kita kuasai, mengingat dua sumber utama dalam islam yakni Al-Qur’an dan As-sunnah yang menggunakan Bahasa Arab dengan mutu yang sangat tinggi.

Ilmu yang harus kita kuasai dalam bidang ini setidaknya meliputi : 
1.Gramatika Arab (Nahwu-Shorof)
2.Sastra Arab atau Balaghoh (Badi’, Ma’ani, Bayan)
3.Logika Bahasa (Manthiq) Sejarah Bahasa
4.Mufrodat
5.dst.

Hal ini penting untuk meminimalisir kesalahan dalam mengidentifikasi makna yang dikehendaki syari’at dari sumbernya secara Harfiyah (Tekstual), juga untuk mengidentifikasi nash-nash yang bersifat ‘Am, Khosh, berlaku Hakiki, Majazi dan lain sebagainya.

Naifkah kita jika berani mengatakan "Halal-Haram, Sah-Bathil, Shohih-‘Alil" hanya berdasarkan pemahaman dari terjemah Al-Qur’an atau As-Sunnah?

Sebagai ilustrasi sederhana berikut ini adalah kutipan peran pemahaman bahasa Arab yang baik dan benar dalam memahami Al-Qur’an dan As-sunnah :

Contoh Fungsi Gramatika Arab

Firman Alloh SWT yang menjelaskan tata cara berwudhu :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kalian hendak melaksanakan sholat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan usaplah kepalamu dan kedua kakimu sampai kedua mata kaki". (QS. Al Maidah : 6)

Coba kita perhatikan kalimat وَاَرْجُلَكُمْ (dan kedua kaki kalian) dalam firman Alloh diatas, dimana kata tersebut dibaca Nashob (dibaca Fathah pada huruf lam) padahal kata tersebut lebih dekat dengan kata بِرُءُوسِكُمْ (kepala kalian) yang dibaca Jar (dibaca kasroh pada huruf Ro’) dengan konsekwensi makna sebagai berikut :

a. Jika kata وَاَرْجُلِكُمْ (dan kedua kaki kalian) dibaca Jar (kasroh) maka yang harus dilakukan untuk kaki ketika berwudhu adalah Mengusap bukan Membasuh, hal ini disebabkan kata وَاَرْجُلِكُمْ disambung dengan kata بِرُءُوسِكُمْ yang berarti amil (kata kerjanya) adalah وَامْسَحُوا (dan Usaplah).
b. Jika kata وَاَرْجُلَكُمْ (dan kedua kaki kalian) dibaca Jar (kasroh) maka yang harus dilakukan untuk kaki ketika berwudhu adalah Membasuh bukan Mengusap, hal ini disebabkan kata وَاَرْجُلَكُمْ disambung dengan kata وُجُوهَكُمْ yang berarti amil (kata kerjanya) adalah فَاغْسِلُوا (Basuhlah).

Coba kita perhatikan: betapa dengan sedikit perbedaan, berimplikasi makna dan kewajiban yang berbeda. Dimana ketika kata وَاَرْجُلَكُمْ dibaca fathah/Nashab maka kewajibannya adalah Membasuh, sedang jika kata وَاَرْجُلِكُمْ dibaca Kasroh/Jarr, maka kewajibannya adalah Mengusap. Adakah hal ini kita dapati dari Al-Qur'an terjemah ?

Contoh Fungsi Balaghoh/Sastra Arab

Masih dalam tema ayat diatas, coba anda perhatikan kata إِذَا قُمْتُمْ dengan menggunakan Fiil Madhi (kata kerja masa lampau) yang jika dialih bahasakan secara harfiyah memberi makna : "Apabila kalian telah berdiri atau menjalankan"... sedang yang dimaksud adalah sebelum sholat. Inilah yang dalam pelajaran sastra arab disebut dengan "Ithlaqul Madhii Wa Uridal Mustaqbal”

Contoh Fungsi Manthiq

Diantara fungsi "Manthiq" atau Logika Bahasa dalam konteks ayat diatas adalah guna men-Tashowwur-kan (menjelaskan dengan makna yang Jami’ dan Mani') dari masing-masing kata dalam ayat diatas, misal yang dimaksud dengan "Yad" (tangan) adakah ia adalah "Tangan" dalam bahasa kita? "Wajah" seberapakah daerah yang masuk kategori "Wajah"? dan "Ru'us" (kepala), Membasuh, Mengusap, dan seterusnya. Adakah semuanya dapat kita definisikan dengan kamus bahasa indonesia? Sedang al qur’an menggunakan bahasa arab dengan mutu paling tinggi ?

2.Sudahkah Kita Menghapal Al-Qur'an (Seluruhnya) dan juga Sekurang-Kurangnya Seratus Hadits?

Syarat diatas sangatlah diperlukan karena dengan terpenuhunya syarat tersebut akan tergambar semua ayat dan hadits terkait jika kita hendak memutuskan suatu perkara, dengan demikian keputusan atau pendapat kita akan terhindar dari bertabrakan dengan nash-nash yang lain.

Sebagai ilusrtrasi sederhana kita gunakan ayat ayat diatas dengan terjemah sebagai berikut : 

"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kalian hendak melaksanakan sholat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan usaplah kepalamu dan kedua kakimu sampai kedua mata kaki". (QS. Al Maidah : 6)

Jika kita memahami hanya dari ayat tersebut, maka akan kita dapati hukum wajibnya berwudhu adalah bagi setiap orang yang hendak melaksanakan sholat, baik ia orang yang masih dalam keadaan suci maupun berhadats. mengingat keumuman perintah pada ayat diatas yang ditujukan pada setiap orang yang hendak melaksanakan sholat.

Dan syarat diatas, berguna juga untuk menghindarkan kita menempatkan dalil bukan pada tempatnya, misalkan menempatkan ayat-ayat yang sejatinya untuk orang-orang kafir namun kita tempatkan untuk orang-orang islam. Bukankah Abdulloh Ibn Umar Rodhiyallohu 'Anhu pernah berkata, ketika beliau ditanya tentang tanda-tanda kaum Khowarij ?

وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَرَاهُمْ شِرَارَ خَلْقِ اللَّهِ وَقَالَ إِنَّهُمْ انْطَلَقُوا إِلَى آيَاتٍ نَزَلَتْ فِي الْكُفَّارِ فَجَعَلُوهَا عَلَى الْمُؤْمِنِينَ

"Dan adalah Ibnu Umar, ia memandang mereka (Khowarij) sebagai seburuk-buruk makhluk Alloh, dan ia berkata : "Mereka (Khowarij) berkata tentang ayat-ayat yang (sejatinya) turun terhadap orang-orang kafir, mereka timpahkan ayat tersebut untuk orang-orang beriman". (HR. Al Bukhori, Bab Qotlil Khowaarij)


3.Sudahkah Kita Menguasai Ilmu-ilmu Pendukung yang lain untuk Memahami Al-Qur'an Dan As-sunnah ?

Perangkat lainnya yang harus kita kuasai dalam menggali hukum dari Al-Qur'an dan As-sunnah yang memang luas dan dalamnya melebihi luas dari dalamnya samudera, diantaranya adalah : kita harus mengetahui "Asbaabun Nuzul" dari setiap ayat dan juga "Asbaabul Wuruud" dari setiap hadits, hal ini penting agar kita mampu menempatkan dalil-dalil sesuai porsinya dan mampu membedakan dalil-dalil yang "Nasikh" (Pengganti/penyalin) dari dalil-dalil yang "Mansukh" (diganti/disalin).

Kita juga harus menguasai sekurang-kurangnya "Qiro'ah Sab'ah" dalam ilmu Qur'an, mengingat akan Naif rasanya seorang "Calon Mujtahid" melafadzkan Al-Qur'an tidak dengan pengucapan yang fashih.

Disamping itu kita juga harus menguasai ilmu-ilmu pendukung guna memahami As-sunnah, seperti Mushtholah Hadits, Jarh Wat Ta'dil, Taroojim, dan sebagainya. Hal ini penting setidaknya agar kita tidak berhukum dengan hadits yang lemah dengan menabrak hadits yang shohih.


4.Sudahkah Kita Menguasai Kaidah Ber-Istinbath Dari Para Imam Mujtahid ?

Syarat diatas juga sangat penting setidaknya untuk mengetahui cara mensikapi nash-nash yang Mujmal, Mubayyan, 'Am, Khosh, dan cara men-Jami'-kan (mencari titik temu) jika terdapat nash-nash yang dzahirnya Mukholafah (berselisih) atau Ta’aarudh (bertentangan).

Sebagai ilustrasi perhatikan Firman Allah berikut :

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, dan orang-orang Shobiin, siapa saja (diantara mereka) yang beriman kepada Alloh dan hari akhir, dan melakukan kebajikan, mereka mendapat pahala dari tuhannya, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati". (QS. Al Baqoroh : 62)

Sepintas ayat diatas memberi pemahaman adanya peluang yang sama bagi orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, dan orang-orang Shobiin, untuk mendapat pahala disisi Alloh atas kebajikan yang mereka perbuat. Sehingga seakan ayat tersebut menyatakan bahwa orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, dan orang-orang Shobiin, bisa masuk surga. Apakah kenyataannya memang demikian ? sedang dalam ayat lain Allah berfirman :

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

"Dan barang siapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi". (QS. Alu Imron : 85)

Perhatikan dua ayat diatas !!! adakah pengetahuan yang memadahi pada diri anda untuk men-Jami'-kan dua nash yang dzahirnya Mukholafah (tidak sejalan) tsb ?. Sungguh apa yang disampaikan diatas hanyalah sebagian kecil perangkat yang harus kita kuasai untuk Ber-Istinbath (menggali hukum langsung dari sumbernya)

Saudaraku... hal-hal yang disampaikan diatas bukanlah dalam rangka mematahkan semangat belajar kita, akan tetapi ketika kita mencoba menggali hukum dari sumbernya langsung tanpa perangkat yang memadai, maka yakinlah Kelancangan kita Hanya Akan Berakibat Perpecahan Ummat Islam.

LIKULLI SYAIIN AHLUN, IDZA WUSIDAL AMRU LIGHOIRI AHLIHI.. FANTADZHIRIS SAA’AH : "Setiap segala sesuatu ada ahlinya, Jika suatu perkara diembankan (diserahkan) pada yang bukan ahlinya, maka nantikanlah saat kehancurannya".

Sebagaimana fenomena yang terjadi sekarang ini banyak terjadi kehancuran, musibah, dan saling menjatuhkan pendapat di dunia maya (media sosial) dikarenakan banyak orang berfatwa menyesatkan yang sebenarnya disebabkan oleh langsung menggali hukum dari  Al-Qur'an dan Hadits tanpa melalui prosedur ijtihad dan tanpa mempelajari kitab Kuning. 

Wallahu a'lam...

Demikianlah tentang Pentingnya Ngaji Kitab Kuning, Sebelum Ke Al-Qur'an dan As-sunnah yang bisa terpaparkan. Tulisan ini bersumber dari tulisan Nayla Miftahul Jannah. Semoga dapat menjadikan wasilah pengingat dan pembelajaran kembali bagi kita semua dalam memahami apa yang sudah dijelaskan diatas.
Bagikan Ini Ke :
Admin